Sunrise Celebration at Pinggan

Tulisan ini sejatinya terpublish tahun lalu di blog tapi karena sesuatu dan lain hal a.k.a lupa, akhirnya malah di website kantor yang muncul duluan.

Rencana saya tercetus pada saat saya lebaran bersama keluarga di Jakarta, pada saat itu saya ingin merayakan hari lahir saya di Bali dan melakukan perjalanan sendirian. Tidak diselebrasi dengan kue ataupun hal lainnya. Saya cuman ingin pergi kesuatu tempat, menikmati matahari terbit, dan menyaksikan arunika muncul perlahan. Pas mau kembali ke Bali, saya ceritakan rencana itu ke Ibu saya dan beliau kekeuh mau ikut dengan saya. Bisa dicoret di KK kalo gak nurutin yekan. Haha..

Saya memutuskan untuk merayakannya di Desa Pinggan. Desa Pinggan terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Desa Pinggan merupakan salah satu desa di Kintamani yang berada di dataran tinggi dengan ketinggian 1300 mdpl, tepat di area Gunung Batur. Kenapa pilih disana? Karena lihat di media sosial waktu itu. Pft. Selain itu tempatnya memang lain daripada yang lain. Pengen muncak Gunung Batur tapi gak ada temen barengannya karena lagi pada Lebaran, yauda pilihan yang oke jatuh ke Desa Pinggan.

Perjalanan dimulai pada pukul 03.30 WITA, saat itu tidak memutuskan untuk berkemah disana, karena belum ada bayangan seperti apa camping groundnya, apalagi saya ngajak Ibu ya, entar banyak kali tanda bintangnya. Pft. Saya menggunakan mobil ayah saya yang berkapasitas 2400cc, karena mobil saya hanya 1000cc dan yang pasti gak kuat untuk diajak nanjak apalagi ke daerah kaki gunung seperti itu. Perjalanan memakan waktu sekitar 110 Menit dari Denpasar, selama perjalanan menuju kesana saya ngantuk banget karena baru kembali dari Jakarta sehari sebelumnya dan jalurnya berkabut, untung saja ada radio yang masih hidup jadi setidaknya ada yang menemani (ps: Ibu tidur selama perjalanan awal).

Saya dituntun oleh GMaps (keyword: Pinggan Sunrise Spot) menggunakan Jalur Pura Dalem Batur, dimana jalurnya ini sudah lebar dan bagus aspalnya dibandingkan yang biasa saya lewati yaitu di Jalan Windu Sara. Dan saya baru menyadari ketika pulang kenapa Jalan Windu Sara tidak direkomendasikan. Turunan jalur Pura Dalem Batur ini lumayan bikin deg-degan karena setiap belokan kita gak tahu kalo ada truk pasir yang ikut turun ataupun berpapasan. Mode pelan-pelan turun dimulai. Sekitar 15 menitan akhirnya sampai di bawah dan menuju jalur Desa Pinggan dengan bentukan jalan yang bergelombang, sempit, dan berpapasan dengan truk pasir yang ngebut. Hadeuh spot jantung rasanya. Tidak sampai disitu, perjalanan menegangkan baru dimulai ketika naik ke daerah Desa Pinggan. Jadi sudah turun, lurus, naik lagi. Saya sempat cek jalurnya melalui postingan di youtube, posisinya di video itu siang hari. Komen saya cuman “ow okay” dengan nada ragu-ragu. Hahaha..

Mulai naik lah mobil saya ini, jalurnya berkelok, sempit, berpasir, samping kiri tebing, samping kanan jurang. Tanjakan pertama dan kedua aman. Masuk tanjakan ketiga berpapasan dengan mobil, mobil saya posisinya ngalah mlipir ke kiri, mepet banget dan mesti sama-sama tetep jalan biar bisa lewat, mobil harus ekstra ngegas karena ada gundukan pasir di depan ban kiri. Untungnya gak selip dan bisa melanjutkan tanjakan lainnya. Ibu pada saat itu sudah bangun, tegang, dan berdoa sepanjang jalan. Wehehehe.. Kalo saya berdoanya jangan papasan sama mobil aja. Uda bergetar ini tangan karena deg-degan. Syukurnya, sampai di Desa Pinggan dengan aman sentosa, tinggal nyari spot Sunrise sesuai di GMaps.

Sampailah di Pinggan Sunrise Spot, ternyata sepanjang jalan itu tempat camping ground yang mumpuni. Camping ground nya juga menyediakan paketan sewa peralatan kemah, ada warung kecil juga di seberangnya. Saya memarkirkan mobil di bawah tempat kemah, pada saat keluar ternyata masih dingin banget udaranya, sekitar 18° Celcius. Untung saya sudah mempersiapkan sweatshirt yang didalamnya pake uniqlo heattech ultra warm biar gak masuk angin. Saya permisi terlebih dahulu sama yang berkemah dipinggir-pinggir spot foto untuk menaruh tripod dan kamera saya, sambil menikmati arunika yang sayup-sayup muncul ke permukaan. Terharu karena sesuai rencana, sesuai ekspektasi. Melihat matahari terbit dengan pemandangan desa di bawahnya diselimuti kabut tipis disertai pemandangan Gunung Batur, Gunung Abang, Gunung Agung, dan Gunung Rinjani sebagai pelengkapnya. Indah sekali!

This slideshow requires JavaScript.

Setelah sudah cukup terang, saya dan Ibu saya beranjak untuk kembali ke Denpasar. Ternyata saya harus melewati jalur yang tadi dan baru benar-benar tahu kalau jalurnya memang sesempit itu. Wahahha… Kami mampir sebentar di Black Lava Volcano yang berada di kaki Gunung Batur. Black Lava ini tempat kumpulan material bebatuan yang terjadi ketika letusan Gunung Batur, biasanya dipakai buat trek offroad. Ada beberapa tempat, di tengah-tengah jalur menuju Desa Pinggan dan di ujung Jalan Windu Sara. Ketika sampai di ujung Jalan Windu Sara, saya melihat jalurnya makin tidak terawat dan blind-spot banget bagi pengendara lain selain truk pasir. Karena berisiko tinggi, kami memutar balik dan mengambil Jalan Pura Dalem Batur kembali. Menyelesaikan petualangan kecil di Kintamani Coffee – Eco Bike Coffe dengan seruput cokelat hangat.

saya sisipkan video selama disana, lebih oke kalau dilihat menggunakan handphone (versi vertikal):

HAVE A NICE DAY!